KAUSA.ID, PALU – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, menggelar aksi simbolik menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Senin (30/12/2024).

Aksi ini berlangsung di Lapangan Vatulemo, Jalan Balai Kota Timur, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.

Puluhan peserta aksi terlihat mengenakan pakaian serba hitam sebagai dress code dalam kegiatan tersebut.

Menteri BEM Universitas Tadulako, Ali Hidayat, menyatakan bahwa aksi ini merupakan upaya untuk mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, agar segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) terkait kebijakan PPN 12%.

“Hari ini, kami merasa kebijakan ini hanya akan merugikan masyarakat kelas bawah dan menurunkan daya beli mereka. Konsolidasi yang kami lakukan sebelumnya menghasilkan keputusan untuk mengadakan aksi simbolik di tempat-tempat strategis, salah satunya di Taman Vatulemo Palu. Ini karena adanya hambatan seperti hari libur dan renovasi kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah,” jelas Ali Hidayat.

Ali menambahkan bahwa aksi ini merupakan langkah awal yang akan terus berkembang hingga mencapai puncaknya pada Januari 2025 jika Perpu yang diminta tidak diterbitkan.

“Hari ini ada sekitar 50 peserta aksi yang berasal dari berbagai fakultas, seperti Teknik, FISIP, Hukum, Ekonomi, Kehutanan, Peternakan, dan FMIPA. Kami ingin menunjukkan bahwa mahasiswa masih peka terhadap isu-isu yang merugikan masyarakat kecil,” lanjutnya.

Rencana aksi selanjutnya adalah konsolidasi awal yang dijadwalkan pada 2 Januari 2025.

Kebijakan PPN 12% dan Tantangan yang Mengiringinya

Kebijakan PPN 12% pertama kali diperkenalkan pada 5 Mei 2021 melalui Surat Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo dengan nomor R-21/Pres/2021. Kebijakan ini kemudian diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang disahkan pada 7 Oktober 2021.

Meski bertujuan meningkatkan pendapatan negara, kebijakan ini memicu berbagai kekhawatiran, terutama terhadap dampaknya pada masyarakat berpenghasilan rendah.

Para ekonom, seperti Wakil Direktur Indef, Eko Listyanto, mengkritik kebijakan ini karena berpotensi mengurangi konsumsi masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Peneliti Indef lainnya, Ahmad Heri Firdaus, menambahkan bahwa kenaikan PPN dapat meningkatkan biaya produksi di sektor industri, memengaruhi utilisasi tenaga kerja, dan pada akhirnya menekan pendapatan masyarakat.

Dampak Positif dan Negatif Kenaikan PPN

Dampak Positif:

  1. Membantu pengendalian inflasi melalui kebijakan fiskal kontraktif.
  2. Meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak.

Dampak Negatif:

  1. Membebani masyarakat berpenghasilan tetap.
  2. Menurunkan daya beli akibat harga barang yang semakin mahal.
  3. Mengurangi minat investasi karena tingginya tarif pajak.

Aksi simbolik yang dilakukan BEM Universitas Tadulako ini mencerminkan kekhawatiran mahasiswa terhadap dampak kenaikan PPN 12%, terutama bagi masyarakat kelas bawah.

Isu ini mengingatkan pentingnya perhatian pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan pendapatan negara dan kondisi ekonomi rakyat. (*)