KAUSA.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengkritik keras vonis hukuman penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara kepada aktivis lingkungan Daniel Frits Maurits Tangkilisan.

Usman Hamid vonis mengungkapkan hukuman yang diberikan kepada Daniel merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan yang berupaya melindungi lingkungannya dari pencemaran lingkungan yang serius.

“Hukuman atas Daniel merupakan bukti nyata kriminalisasi pembela lingkungan yang memperjuangkan kepentingan publik masih terus terjadi dan perlindungan kepada mereka masih sangat minim,” ungkap Usman Hamid, Kamis (4/04/2024).

“Sebagai seorang aktivis lingkungan, Daniel menjalankan upaya melindungi lingkungan hidup dari kerusakan yang terus menerus di Kepulauan Karimunjawa melalui dokumentasi video yang dia unggah ke media sosial Facebook,” imbuhnya.

Usman menambahkan apa yang dilakukan oleh Daniel merupakan bentuk kritikan terhadap pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah pesisir Karimunjawa.

“Videonya itu bukan bentuk kebencian atau permusuhan seperti yang dinyatakan majelis hakim, melainkan kritik dan panggilan untuk bertindak dalam mengatasi masalah serius pencemaran lingkungan yang mengancam keberlangsungan hidup kita semua,” ujar usman.

Menurutnya, Peraturan di Indonesia, termasuk Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, memberikan panduan bagi sistem peradilan untuk tidak mengkriminalisasi pejuang lingkungan.

Namun pada akhirnya, aktivis seperti Daniel tetap mendapat kriminalisasi dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Ini menunjukkan bahwa UU ITE, walau sudah dua kali direvisi, tidak hanya mengancam kebebasan berekspresi, tetapi juga digunakan untuk membungkam pembela HAM, termasuk aktivis lingkungan, yang berupaya mencegah kerusakan ekologis,” tambahnya.

Ia pun mendesak agar Daniel dibebaskan segera dan tanpa syarat, karena menggunakan haknya untuk berekspresi dan berpendapat secara damai.

“Negara juga harus menunjukkan keberpihakan pada hak asasi manusia dan kepentingan pelestarian lingkungan. Tidak sepantasnya Daniel dikriminalisasi apalagi sampai dipidana,” tutupnya.

Sebelumnya, dketahui Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara pada Kamis (04/04/2024) menyatakan Daniel Frits Maurits Tangkilisan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak, menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.

Majelis hakim menjatuhi hukuman penjara selama 7 (tujuh) bulan, berikut denda Rp5 juta dengan subsidair 1 (satu) bulan kurungan.

Daniel dinyatakan terbukti melanggar Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kronologisnya, pada 7 Desember 2023 lalu, Daniel ditahan oleh Polres Jepara setelah dilaporkan oleh warga atas tuduhan ujaran kebencian terkait dengan sebuah video, yang diunggahnya ke Facebook pada 12 November 2022. Video tersebut, berdurasi 6 menit, menampilkan kondisi pesisir Karimunjawa yang diduga terkena dampak limbah tambak udang.

Unggahan tersebut mendapat berbagai komentar. Di antara komentar-komentar itu Daniel membalasnya dengan kalimat: “masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak udang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan.”

Kalimat tersebut mengakibatkan sebagian warga Kecamatan Karimunjawa khususnya warga Desa Karimunjawa dan Desa Kemujan merasa dihina dan tidak terima dikatakan sebagai ‘masyarakat otak udang’, kemudian sebagian masyarakat melalui perwakilan mereka mengadukan Daniel ke polisi, demikian menurut laman Sistem Informasi dan Penelusuran Perkara PN Jepara.

Setelah penangguhan penahanan sementara, Daniel ditahan oleh Kejaksaan Negeri Jepara setelah berkasnya dinyatakan lengkap (P21). Dia kemudian menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jepara pada 1 Februari 2024.

Amnesty International Indonesia mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 , setidaknya terdapat 55 korban dari 49 kasus penyalahgunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengkriminalisasi ekspresi secara daring dan mengekang perbedaan pendapat secara damai. Para korban terdiri dari masyarakat sipil, aktivis hingga jurnalis.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 66 menyatakan: Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Sebagai negara pihak dalam berbagai instrumen HAM internasional, pemerintah Indonesia wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM.

Sebagai Negara Pihak Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), pemerintah Indonesia wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kebebasan berekspresi sebagaimana termaktub di Pasal 19 ICCPR dan dijelaskan lebih lanjut dalam Komentar Umum No. 34 atas Pasal 19 ICCPR.

Pembatasan yang sah terhadap kebebasan berekspresi hanya dapat dilakukan jika berlandaskan pada undang-undang yang dirumuskan dengan memenuhi aspek-aspek partisipasi bermakna, memiliki tujuan yang jelas dan perlu, serta tidak berlebihan (Prinsip-prinsip Siracusa). (**)