KAUSA.ID, Morowali Utara – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah memberikan peringatan keras kepada PT. Gunbuster Nikel Industri (GNI), anak perusahaan yang beroperasi di bawah PT Stardust Estate Investment (SEI), setelah kembali terjadi kecelakaan kerja yang menimpa seorang buruh bernama Ruly Alif Tauhid.

Korban kehilangan pergelangan tangan kirinya dalam insiden tragis yang terjadi pada pukul 03.30 WITA di area tungku 22, dapur belakang Departemen Smelter Produksi 3 PT GNI.

Menurut informasi yang dihimpun, insiden bermula ketika Ruly yang baru saja menyelesaikan pekerjaan di area tungku 23 diarahkan untuk membantu pembuangan slag nikel di tungku 22. Saat sedang mengisi bahan material ke dalam mesin “meriam” – alat pengolahan bijih nikel – seorang operator asal Tiongkok tiba-tiba mengoperasikan mesin tersebut, sehingga menjepit tangan korban. Ruly segera dilarikan ke klinik milik perusahaan untuk mendapatkan pertolongan medis.

“Kecelakaan kerja ini tidak bisa dianggap sebagai peristiwa biasa. Ini menunjukkan adanya kelalaian dalam sistem pengawasan dan keselamatan kerja di dalam kawasan industri tersebut,” ungkap Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Tengah, Nining Elitos.

Nining menambahkan, perbedaan bahasa antara tenaga kerja lokal dan operator asing menjadi salah satu faktor utama penghambat komunikasi di lapangan, yang memperparah risiko kecelakaan.

WALHI mencatat, sepanjang tahun 2023, terdapat sedikitnya delapan kecelakaan kerja di kawasan industri pengolahan nikel tersebut. Ironisnya, pemerintah pusat dan daerah dinilai belum menunjukkan keseriusan dalam menangani persoalan ini.

“Dalam dua tahun terakhir, tidak ada tindakan konkret dari pemerintah meskipun kecelakaan terus berulang,” tambah Nining.

WALHI mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi dan pengawasan ketat terhadap penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di sektor pertambangan, sebagaimana diatur dalam Permen ESDM No. 38 Tahun 2018.

Tak hanya soal keselamatan kerja, PT GNI juga diduga melakukan sejumlah pelanggaran lingkungan. Aktivitas bongkar muat batu bara, serta penggunaan batu bara oleh smelter dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di kawasan industri disebut telah mencemari lingkungan sekitar, khususnya di Desa Tanauge, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara.

Warga setempat mengeluhkan gangguan pernapasan dan batuk-batuk akibat polusi udara. Selain itu, air laut di sekitar dermaga (Jetty) perusahaan berubah menjadi hitam dan berminyak, diduga akibat tumpahan batu bara dari kapal tongkang. Nelayan pun kesulitan mencari ikan karena kondisi laut yang tercemar.

“Hasil investigasi kami menunjukkan bahwa kondisi lingkungan pesisir dan sungai di kawasan industri tersebut telah melebihi baku mutu yang diperbolehkan,” tegas Nining berdasarkan hasil riset dan uji laboratorium yang dilakukan WALHI Sulteng.

WALHI menuntut agar perusahaan bertanggung jawab atas seluruh dampak terhadap buruh dan lingkungan serta menekankan pentingnya ketegasan pemerintah dalam menegakkan regulasi demi keselamatan dan kelestarian lingkungan. (**)