Festival Danau Lindu: Jalan Budaya Sulawesi Tengah ke Pentas Dunia
KAUSA.ID – Festival Danau Lindu (FDL) yang berlangsung 18-20 Juli 2025 adalah wujud nyata pelestarian budaya, alam, dan ekonomi lokal di Sulawesi Tengah. Diselenggarakan di tepi Danau Lindu yang permai di Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, festival ini mengedepankan konsep Cultural Conservation Tourism (Wisata Konservasi Budaya): mengharmonikan keindahan alam, kearifan tradisional Masyarakat Adat Lindu (To Lindu), dan kolaborasi lintas sektor.
Komitmen Pemerintah
Bupati Sigi, Moh Rizal Intjenae mengatakan, “FDL ini bukan sekadar agenda tahunan, tapi merupakan wujud komitmen pemerintah daerah dalam melestarikan budaya lokal, mengangkat potensi wisata alam, serta mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di Kabupaten Sigi, khususnya di kawasan Danau Lindu.” (antaranews.com 14 Juni 2025).
Akar Budaya dan Lingkungan
Danau Lindu berada di ketinggian ±1.500 m dpl, dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu–bagian dari jaringan Cagar Biosfer UNESCO–dengan ragam flora dan fauna endemik dan situs megalitik kuno. Secara sosioantropologis, Masyarakat Adat Lindu (To Lindu) secara turun temurun mempraktikkan nilai-nilai ekologis dan keberlanjutan dalam praktik hidup dan pengelolaan sumber daya alam. Hal itu tercermin dalam Filosofi hidup mereka:
Ginoku Katuwuaku: Tempat ini adalah kehidupan kami.
Wanamo Liko Pekatuwuaku: Hutan adalah lumbung kehidupan kami.
Uemo Inosa Katuwuaku: Air adalah napas kehidupan kami.
Watu Nono Katuwuaku: Bebatuan adalah dasar kehidupan kami.
Falsafah hidup dan spiritualitas ini mencerminkan Kosmologi (hubungan harmonis dirinya sebagai mikrokosmos dengan semesta sebagai makrokosmos) masyarakat adat Kulawi-Lindu sebagai segitiga Tungku Kehidupan: Pepuea- hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Kahintuwua– hubungan sosial antar sesama dan Katuwua– hubungan manusia dengan lingkungannya.
Festival ini bertujuan meneruskan warisan nilai-nilai luhur budaya dan spiritual ini ke generasi muda sekaligus meningkatkan penghayatan dan kesadaran ekologis dalam konteks pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Panggung Edukasi dan Konservasi
Festival ini bukan hanya menampilkan atraksi seni, tetapi juga menyelenggarakan forum diskusi, pelestarian budaya dan lingkungan, wisata edukasi, penanaman pohon serta aksi bersih-bersih di area Danau Lindu.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Bupati Rizal Intjenae, menyatakan tujuan festival adalah untuk menguatkan identitas budaya, mempromosikan potensi pariwisata, serta mendorong ekonomi kreatif masyarakat sekitar. Perhelatan budaya ini merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah, komunitas adat, akademisi, seniman, dan pelaku pariwisata dirancang untuk memastikan manfaat langsung terasa di masyarakat lokal. (antaranews.com, 14 Juni 2025)
Festival Danau Lindu yang digelar sejak 2009 dan sempat vakum serta kembali pada 2023 itu, menunjukkan perkembangan positif dalam infrastruktur jalan dan fasilitas wisata guna mendukung geliat perekonomian setempat.
Memperkuat Ekonomi Lokal
Partisipasi aktif UMKM lokal dalam pasar tradisional dan pasar kreatif Festival, membawa dampak langsung dan signifikan bagi perekonomian masyarakat.
Menurut Wakil Bupati Sigi, Samuel Yansen Pongi, FDL sebelumnya yang berlangsung 5-7 September 2024 dihadiri sekitar 10.000 pengunjung. Saat itu sektor UMKM mencatat Omzet (perputaran uang) sekitar Rp 300 juta, naik 50 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 177 juta. “Kita optimis pada penyelenggaraan berikutnya, lebih banyak pengunjung yang datang dan lebih besar omzetnya.” (antaranews.com 8 September 2024.
Rangkaian Acara
FDL 2025 menghadirkan beragam aktivitas yang memadukan budaya, konservasi, dan ekonomi lokal dengan sejumlah agenda utama yakni:
- Forum Cultural Conservation Tourism, Diskusi dengan pakar konservasi, akademisi, dan budayawan
- Wisata Edukasi dan Ekowisata, Mengenal keanekaragaman hayati Danau Lindu bersama masyarakat lokal
- Atraksi Seni dan Budaya, Tarian adat, musik tradisional, karnaval kreativitas, lomba dayung dan perahu hias
- Atraksi Seni dan Budaya, Tarian adat, musik tradisional, karnaval kreativitas, lomba dayung dan perahu hias
- Pasar UMKM dan Tradisional, Pameran produk lokal dari desa sekitar dan dari berbagai kecamatan di Kaupaten Sigi.
- Penanaman Pohon dan Aksi Lingkungan, Simbol komitmen pelestarian ekologis dan pembangunan berkelanjutan.
- Camping dan Eksplorasi Alam, Mengundang wisatawan menikmati alam dengan penuh kesadaran lingkungan.
Mendunia
Di era Internet dan Media Sosial ini, bila dikelola secara professional dan terselenggara dengan baik, FDL merupakan wahana budaya yang efektif dan jalan bagi Sulawesi Tengah untuk mendunia dan dikenal secara internasional, Mengapa?
Kawasan Danau Lindu dan Taman Nasional Lore Lindu yang melingkupinya merupakan:
- Cagar Biosfer UNESCO: Pengakuan internasional atas nilai ekologis dan budaya kawasan Lore Lindu .
- Adanya Megalitik Lindu: Situs kuno berusia ribuan tahun yang unik dan potensial sebagai warisan budaya dan destinasi wisata (tourisme heritage)
- Konsep Inklusif dan Gender‑Responsive –yang diusung FDL– termasuk aktivitas seperti N’tesa Mombine (Percakapan Perempuan) Women Green Activities, hingga Woman Jungle Trail Run, intinya, menegaskan peran perempuan ang sangat vital dan strategis secara domestik-urusan rumah tangga dalam praktik budaya dan perdamaian serta pewarisan nilai-nilai luhur dan spiritual dalam keluarga dan generasi muda.
Nilai-nilai inklusi dan pengarusutamaan gender (gender equality) dikalangan masyarakat adat merupakan praktik hidup yang sangat menarik khususnya bagi pemerhati dan peneliti budaya, sosiolog maupun antropolog.
Arah Masa Depan
Festival Danau Lindu bukan sekadar festival budaya, melainkan gerakan strategis yang mengintegrasikan konservasi ekologis, ekonomi berkelanjutan, dan pelestarian budaya adat. Dengan kolaborasi lintas sektor, festival ini diharapkan menjadi model pariwisata hijau yang menginspirasi dan dikagumi dunia.
Penutup
Festival Danau Lindu bukan sekadar event lokal. Ia adalah mercusuar yang menuntun alam dan budaya Sulawesi Tengah berlabuh ke panggung dunia. Dengan mengedepankan indentitas lokal, edukasi lingkungan dan ekonomi kreatif, ke depan, tidak mustahil, FDL akan menjadi model perhelatan budaya yang menginspirasi dan ditiru daerah bahkan negara lain.
Artikel Opini oleh: Yusak Jore Pamei
(Yusak Jore Pamei/Kn)



Tinggalkan Balasan