Forum Petani di Buol Desak Hentikan Kriminalisasi Mada Yunus
KAUSA.ID, BUOL – Pengadilan Negeri Buol akan menggelar sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan sela atas eksepsi terdakwa Mada Yunus pada Selasa, 6 Mei 2025. Perkara ini mendapat sorotan luas karena dinilai menyangkut isu yang lebih besar dari sekadar hukum pidana: perlindungan terhadap pembela hak asasi manusia, khususnya petani yang memperjuangkan hak atas tanah secara sah dan damai.
Mada Yunus adalah salah satu dari ribuan petani yang terlibat dalam konflik kemitraan dengan PT Hardaya Inti Plantations (HIP), perusahaan pengelola kebun sawit di Kabupaten Buol.
Ia didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum atas tuduhan pendudukan lahan dan penghasutan, serta dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Perkebunan. Namun, sejumlah pihak menilai dakwaan ini tidak berdasar dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan petani.
Konflik antara petani dan PT HIP mencuat sejak Januari 2024, ketika petani menghentikan aktivitas kebun sebagai bentuk protes. Tindakan ini diambil setelah berbagai upaya negosiasi gagal karena tertutupnya perusahaan terhadap tuntutan transparansi pengelolaan kebun plasma dan pembagian hasil kemitraan yang tidak kunjung jelas.
Selama 16 tahun, hak-hak petani atas lahan yang mereka serahkan tak kunjung terpenuhi. Sebaliknya, mereka justru dibebani utang senilai Rp1 triliun oleh perusahaan, yang diklaim berasal dari pengelolaan kebun plasma melalui tujuh koperasi beranggotakan 4.934 keluarga dengan total lahan 6.746 hektare.
“Setiap hari hasil panen dikuasai perusahaan, tanpa ada kejelasan bagi kami para petani,” ungkap Fatrisi Ain, Koordinator Forum Petani Plasma Buol.
Ia juga menyoroti bahwa banyak petani kehilangan hak atas tanah karena tidak tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Bupati yang mengatur kepesertaan program kemitraan.
Ketimpangan ini disebut sebagai cerminan lemahnya posisi petani dalam skema kemitraan perkebunan serta kegagalan negara dalam menjamin hak-hak masyarakat kecil. Sembilan laporan dari pihak petani yang diajukan ke kepolisian lebih dari setahun lalu belum menunjukkan kemajuan, sementara laporan dari pihak perusahaan cepat diproses.
“Penegakan hukum ini timpang dan menunjukkan keberpihakan yang jelas,” tambah Fatrisi.
Selain itu, aparat keamanan kerap diterjunkan untuk menjaga kepentingan perusahaan dan berhadapan langsung dengan petani. Padahal, dalam konteks hukum, PT HIP sendiri disebut telah melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, terutama terkait pola kemitraan yang tidak adil.
Sebagai bentuk dukungan terhadap Mada Yunus dan petani lainnya, Forum Petani Plasma Buol menyerukan solidaritas dari masyarakat sipil, lembaga pembela HAM, dan institusi negara. Mereka menuntut pembebasan Mada Yunus dari dakwaan, penghentian kriminalisasi terhadap petani, serta pengakhiran intimidasi oleh aparat terhadap warga yang menuntut keadilan agraria.
“Kami akan hadir di depan Pengadilan Negeri Buol pada 6 Mei mendatang untuk menunjukkan bahwa perjuangan ini belum selesai,” tutup Fatrisi. (**)



Tinggalkan Balasan