KAUSA.ID, PALU – Calon Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid, mengungkapkan alasan masih banyak masyarakat yang belum tersentuh program bedah rumah dan bantuan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ia berjanji akan melanjutkan program tersebut jika terpilih untuk periode kedua pada Pilkada 2024.

Pernyataan tersebut disampaikan Hadianto saat menjawab pertanyaan warga yang belum menerima bantuan tersebut. Menurutnya, keterlambatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemerintah Kota Palu.

“Kenapa lambat memenuhi permintaan masyarakat? Karena anggaran pemerintah kota itu sangat terbatas, ya sangat terbatas,” ujar Hadianto saat berdialog dengan warga di Kelurahan Tipo, Kecamatan Ulujadi, Kamis, (26/09/2024).

Hadianto menjelaskan secara terbuka bahwa anggaran yang tersedia sangat terbatas, meskipun telah terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah penerima bantuan UMKM sejak 2022.

Menurutnya, jumlah penerima bantuan UMKM meningkat menjadi 2.000 orang, dari sebelumnya hanya 200 hingga 300 orang.

“Nah, yang terima cuma 2.000 orang, hanya 2% atau 3% yang bisa diberikan bantuan. Kasihan UMKM kita, belum lagi program bedah rumah juga seperti itu,” jelas Hadianto.

Ia menegaskan bahwa keterbatasan anggaran menjadi alasan mengapa banyak warga belum tersentuh bantuan tersebut, baik untuk program bedah rumah maupun bantuan UMKM.

Hadianto juga menyoroti permasalahan pajak yang menjadi salah satu sumber pendapatan pemerintah daerah.

Menurutnya, banyak warga Kota Palu yang belum tertib dalam membayar pajak. Pada 2022, tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mencapai Rp90 miliar, sementara pada 2023 jumlahnya menurun menjadi Rp70 miliar.

“Kapan kita mau maju jika masih banyak yang tidak tertib membayar pajak? Belum lagi pelaku usaha yang enggan membayar pajak. Dari Rp200 miliar potensi pajak restoran dan rumah makan, yang masuk hanya Rp18 miliar,” ungkapnya.

Selain itu, Hadianto menyebutkan bahwa Pemerintah Kota Palu harus mengeluarkan Rp70 miliar untuk urusan kebersihan, sementara retribusi sampah untuk keluarga tidak mampu hanya Rp10 ribu per bulan.

Hadianto mengakui bahwa kebijakan terkait pajak dan retribusi sampah seringkali tidak disukai oleh sebagian masyarakat, terutama di masa kampanye saat ini. Namun, ia merasa penting untuk menyampaikan informasi yang benar kepada warga.

“Saya sering bilang ke orang, bodoh betul kalau saya keluarkan atau jalankan peraturan yang membuat masyarakat membenci saya. Tapi lebih bodoh lagi kalau saya mengajarkan hal yang tidak benar,” tegasnya.

Selama kepemimpinannya, Hadianto juga telah melakukan berbagai langkah efisiensi anggaran untuk mendukung program pembangunan, termasuk dalam sektor kebersihan. Ia menyebutkan bahwa jumlah armada mobil sampah telah meningkat dari 18 menjadi 109 unit.

“Bagaimana mungkin pajak mau dihapus? Perbaikan mobil pakai uang apa?” tanyanya retoris.

Hadianto kemudian mengajak masyarakat Kota Palu untuk bersama-sama membangun kota tersebut. Menurutnya, membayar pajak untuk pembangunan fasilitas umum adalah salah satu bentuk kebaikan yang diajarkan dalam Islam. Ia pun mengutip ayat Alquran tentang pentingnya berbuat kebaikan.

“Ini adalah kota kita bersama,” tutupnya. (**)