KAUSA.ID, PALU – Hasan Bahasyuan adalah salah satu seniman besar Sulawesi Tengah yang karya-karyanya menjadi simbol kehidupan, tradisi, dan budaya daerah pada era 1960-an.

Melalui kreativitasnya, ia menciptakan berbagai tarian dan lagu yang tidak hanya merekam keindahan budaya lokal tetapi juga membawa pesan lintas generasi.

Untuk melestarikan warisan budaya yang ditinggalkan, Hasan Bahasyuan Institute (HBI) didirikan. Lembaga ini berkomitmen mendokumentasikan, mempertahankan, dan memperkenalkan karya-karya Hasan kepada masyarakat luas.

Direktur Eksekutif Hasan Bahasyuan Institute (HBI), Zulfikar Usman, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mencatat lebih dari 100 karya Hasan, dengan 60 karya yang telah terdaftar sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

Dari 60 karya yang terdaftar, 49 karya diantaranya merupakan karya lagu dan 11 karya tari yang menggambarkan keindahan budaya Sulawesi Tengah.

Zulfikar menambahkan, HBI juga secara rutin menyelenggarakan Gelar Mahakarya Hasan Bahasyuan setiap dua tahun sekali sebagai bagian dari pelestarian budaya.

Salah satunya dengan menggelar acara khusus bertajuk A Tribute to Hasan Bahasyuan di Hotel Santika, Selasa (26/11/2024). Acara ini menghadirkan pertunjukan seni yang menghidupkan kembali karya Hasan, baik dalam bentuk tarian, musik, maupun seni pertunjukan lainnya.

“Melalui acara ini, kami ingin menunjukkan bahwa karya Hasan tetap relevan dan menjadi inspirasi lintas generasi,” ujar Zulfikar saat konfrensi pers bersama media di Palu, Selasa (26/11/2024)

Selain itu HBI juga aktif melaksanakan kegiatan budaya, diskusi, dan pertunjukan seni di berbagai daerah. Salah satu pencapaian besarnya adalah peresmian Tugu Hasan Bahasyuan pada April 2023.

Tugu ini tidak hanya menjadi penghormatan terhadap kontribusi Hasan tetapi juga menjadi ruang edukasi tentang nilai budaya Sulawesi Tengah.

Meski begitu, banyak tantangan yang dihadapi oleh HBI, salah satunya, terkait sejumlah karya Hasan Bahasyuan yang kerap digunakan tanpa mencantumkan namanya, sehingga pengakuan terhadap hak cipta menjadi isu penting yang terus diperjuangkan.

“Kami melihat terdapat pelanggaran hak cipta terhadap karya Hasan yang belum sepenuhnya dihargai atau dikenali oleh banyak pihak, baik oleh masyarakat maupun pemerintah,” ujar Zulfikar.

“Kami berharap pemerintah dan masyarakat semakin menghargai hak cipta karya Hasan, karena ini adalah bagian dari identitas budaya kita,” sambungnya.

Sementara itu dewan kesenian dan akademisi universitas tadulako Hapri Ika Poigi menerangkan bahwa dalam konteks pengembangan budaya, HBI terus mendorong riset dan kajian tentang seni dan budaya Sulteng, yang dapat menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.

Ia juga berharap HBI terus menjadi penggerak utama pelestarian budaya lokal dan memperkenalkan karya-karya Hasan Bahasyuan ke tingkat nasional maupun internasional.

“Melalui riset berkelanjutan, kami berharap karya-karya Hasan dapat terus berkembang dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang,” tutupnya. (Kn)