KAUSA.ID, PALU – Sejumlah kritik tajam disampaikan organisasi masyarakat sipil terhadap lambannya perhatian Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam mengembangkan energi terbarukan. Hal ini mengemuka dalam Dialog bertajuk “Membedah Visi Lingkungan Hidup dan Pembangunan dalam Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah” yang diselenggarakan oleh Karsa Institute, Kamis (3/7/2025) di Kantor Karsa Institute, Palu.

Dalam dialog tersebut, Direktur Ekonesia, Azmi Sirajuddin, menilai kebijakan energi daerah masih berorientasi pada sumber energi lama seperti batu bara dan pembangkit listrik tenaga air skala besar. Padahal, menurutnya, Sulawesi Tengah memiliki potensi besar dalam pengembangan energi surya.

“Sulteng kehilangan sekitar 35% hutan alam akibat ekspansi perkebunan dan pertambangan. Tapi kebijakan energi kita masih jalan di tempat. Energi surya yang potensinya besar belum jadi prioritas,” tegas Azmi.

Ia juga mengkritisi program BERANI MENYALA, salah satu program strategis dalam kerangka RPJMD 2025–2029, yang dinilai belum menunjukkan keberpihakan nyata terhadap transisi energi bersih.

“Program BERANI MENYALA semestinya mendorong inovasi energi terbarukan. Tapi faktanya, energi fosil masih mendominasi kebijakan,” lanjutnya.

Kritik ini sejalan dengan penyampaian Direktur Karsa Institute Rahmat Saleh, bahwa RPJMD saat ini belum cukup kuat dalam merespons tantangan perubahan iklim dan degradasi lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam.

“Kami melihat masih banyak kekosongan substansi dalam draft RPJMD, terutama dalam agenda transisi energi. Ini harus jadi perhatian sebelum dokumen ini disahkan,” ujar Rahmat.

Ia menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak bisa dipisahkan dari reformasi kebijakan energi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak boleh dicapai dengan mengorbankan keberlanjutan ekologis.

“Kita ingin pertumbuhan ekonomi yang tidak merusak lingkungan, dan energi bersih adalah kunci,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Provinsi Sulteng, Subhan Basir, menyatakan bahwa isu lingkungan dan energi sebenarnya telah masuk dalam visi pembangunan daerah, khususnya melalui misi ketiga RPJMD.

“Ada program khusus lingkungan hidup dalam kerangka BERANI MAKMUR, dan ke depan akan diterjemahkan dalam kegiatan teknis di perangkat daerah,” jelas Subhan.

Meski demikian, perwakilan masyarakat sipil menekankan bahwa komitmen tersebut masih perlu ditunjukkan secara konkret dalam implementasi, terutama dalam investasi energi surya dan kebijakan pengurangan emisi dari sektor energi.

“Saat ini proses penyusunan RPJMD 2025–2029 masih berada pada tahap Rancangan Awal (Ranwal). Ini masih memungkinkan mengubah arah kebijakan energi ke arah yang lebih bersih dan berkeadilan,” tandas Rahmat Saleh. (kn)