KAUSA.ID, PALU – Dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung di ruang pertemuan DPRD Sulteng, Ketua OSIS SMKN 2 Palu, Aliya Anggraini, mengungkapkan bukti percakapan WhatsApp yang menunjukkan dugaan adanya ancaman dari Kepala Sekolah (Kepsek), Loddy Surentu.

RDP ini diadakan untuk menanggapi tuntutan para siswa dan guru terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Kepsek.

Acara tersebut difasilitasi oleh anggota DPRD dari Komisi IV, termasuk Hidayat Pakamundi dan Marcelinus. Hadir pula Sekretaris Dinas Pendidikan Sulteng, Asrul Ahmad, dan Kabid SMK Disdik Sulteng, Zulfikar Is Paudi.

Dalam forum ini, siswa dan guru mengajukan tiga tuntutan kepada Kepsek yang dinilai telah melanggar aturan.

Tiga tuntutan tersebut mencakup: pertama, dugaan pungutan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; kedua, penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok; dan ketiga, tindakan diskriminatif terhadap guru.

Tuntutan ini mencerminkan keresahan yang berkembang di kalangan siswa dan tenaga pendidik di SMKN 2 Palu.

Aliya Anggraini, dalam penyampaian di RDP, membacakan percakapan yang dianggap sebagai intimidasi dari Kepala Sekolah.

Ia menegaskan bahwa isi chat tersebut merupakan respon dari kebijakan Kepsek yang melarang siswa berada di kantin selama jam pelajaran.

Dalam pesan yang dibacakan, Kepsek menyatakan, “Siapapun yang tidak mengindahkan aturan ini, saya akan keluarkan dari sekolah. Jika ada yang tidak percaya, saya akan buktikan.”Bukti percakapan ini,

Menurut Aliya, merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk pengancaman yang dialami siswa dan pengelola kantin.

Ia mengungkapkan keprihatinan tentang kewajiban pengelola kantin untuk membayar iuran sebesar 15 ribu rupiah.

“Bayangkan jika ada siswa yang menitipkan kue untuk dijual, tetapi penjualannya tidak laku,” ujarnya.

Aliya juga menyoroti beban biaya yang ditanggung siswa, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu.

“Kami merasa perlu untuk menyuarakan ini karena ada siswa yang mengalami kesulitan, seperti anak yatim yang dibebankan biaya kursus sebesar 250 ribu rupiah per bulan. Ini merupakan masalah serius yang perlu diperhatikan oleh pihak sekolah dan dinas pendidikan,” tegasnya.

Di sisi lain, Aliya menjelaskan adanya ancaman terhadap pengurus OSIS yang dilarang ikut dalam aksi demo di DPRD Sulteng.

“Kami mendapatkan ancaman agar tidak melakukan demo, namun saya tidak akan takut untuk menyuarakan hak kami,” katanya dengan tegas.

Menanggapi pernyataan Aliya, Kepsek Loddy Surentu memberikan klarifikasi terkait pesan yang viral tersebut.

Ia menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan disiplin di lingkungan sekolah.

“Kepala sekolah tidak memiliki kepentingan pribadi. Sebelum saya menjabat, tidak ada perbedaan antara jam belajar dan jam istirahat. Hal ini perlu diperbaiki untuk kemajuan sekolah,” ujarnya.

Loddy menambahkan bahwa dalam upayanya meningkatkan disiplin, ia telah mengumpulkan dewan guru untuk menetapkan program perubahan.

“Kami perlu memastikan bahwa siswa dapat belajar dengan optimal tanpa adanya gangguan,” katanya.

RDP ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di SMKN 2 Palu serta memberikan ruang bagi siswa dan guru untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Diharapkan, pihak-pihak terkait dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan agar masalah ini tidak berlarut-larut dan tercipta lingkungan belajar yang lebih baik. (*)