JAKARTA, KAUSA.ID – Komisi II DPRD Provinsi Sulteng dorong penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda) Penyelenggaraan Labuh Jangkar Kapal sebagai upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Sulteng.

Hal itu disampaikan oleh ketua rombongan Komisi II DPRD Sulteng, Irianto Malinggong saat melakukan pertemuan dengan Kementerian Perhubungan RI dalam rangka konsultasi terkait raperda di Gedung Karya Lantai 17 Direktorat Kepelabuhanan Kementerian Perhubungan RI, Kamis (09/11/2023).

Irianto mengatakan raperda Penyelenggaraan Labuh Jangkar Kapal merupakan inisiatif Komisi II DPRD Sulteng yang masuk dalam raperda di luar propemperda.

“Dengan harapan dengan lahirnya raperda tersebut dapat meningkatkan sumber PAD Sulteng secara signifikan,” terang Irianto.

Ia menambahkan inisiasi penyusunan perda tersebut lantaran selama ini banyak perda menyangkut retribusi dan perizinan beralih menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga menyebabkan PAD di daerah semakin kecil.

“Karena secara potensi, Sulteng menjadi sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia,” tambahnya.

Sebelumnya pendapatan Sulteng hanya mengandalkan dari sektor pertanian dan kelautan, akan tetapi saat ini potensi yang ada di sulteng begitu banyak, antara lain dari pertambangan nikel, minyak, emas, batu, dan lain-lain.

Sehingga menurutnya, salah satu cara untuk menggenjot PAD Sulteng adalah melalui pembentukan perda terkait retribusi labuh jangkar kapal.

“Saat ini yang sedang genjot untuk rancangan peraturannya yakni terkait masalah penarikan retribusi labuh jangkar pada setiap kapal yang melakukan operasi atau yang berlabuh di area perairan pelabuhan yang ada di setiap daerah di wilayah sulteng,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Perhubungan Cpt. Jaja menyampaikan bahwa ada beberapa jenis pelabuhan yakni pelabuhan utama, pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal. Sementara area labuh jangkar tersebut merupakan pasilitas pokok dalam zona perairan untuk sebuah pelabuhan yang sudah memiliki izin regional dari pemerintah,

“Sehingga secara hirarki bahwa semua itu melekat pada kewenangan pemerintah pusat,” jelasnya.

“Jika ingin melakukan sebuah inovasi untuk melakukan penarikan retribusi pada sektor kepelabuhanan, maka bisa berlaku skala lokal saja atau regional, dengan ketentuan pelabuhan tersebut harus daerah sendiri yang membuatnya dan mengelolanya sendiri,” tambahnya.

Jaja menambahkan inovasi pelabuhan skala lokal tersebut juga hanya berlaku bagi kapal antar lintas kabupaten saja dan tidak berlaku pada lintas provinsi atau skala nasional.

“Hingga saat ini belum ada daerah yang menerapkan terkait retribusi labuh jangkar tersebut dan hal itu masih kewenangan pemerintah pusat,” tandasnya. (Al/Kn)