Santri 13 Tahun di Parigi Moutong Diduga Jadi Korban Bullying Berujung Kematian, Pihak Ponpes Bantah Ada Kekerasan
PARIGI MOUTONG — Duka mendalam menyelimuti keluarga Alwisnu Syahputra (13), seorang santri di Pondok Pesantren Salafiyah Al-Hikmah, Desa Kotanagaya, Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Santri yang masih duduk di bangku kelas 1 SMP itu meninggal dunia pada Selasa, 14 Oktober 2025, di RSUD Raja Tombolotutu Tinombo, setelah diduga menjadi korban perundungan (bullying) oleh beberapa kakak kelasnya.
Kasus ini mencuat setelah akun Facebook bernama Nani Eryk, yang diduga keluarga korban, mengunggah curahan hati yang menuding adanya kekerasan fisik di lingkungan pesantren. Dalam unggahan tersebut, Nani menulis bahwa sebelum meninggal, Alwisnu sempat mengaku kepada orang tuanya telah dianiaya oleh sejumlah santri lain.
“Kalau kalian membenarkan tidak ada bullying di pondok, apakah Alwis berbohong ketika dia sendiri yang menyampaikan kepada orang tuanya? Di tubuhnya banyak luka lebam dan bengkak, bahkan perawat di puskesmas menanyakan hal itu,” tulis Nani dalam unggahannya.
Unggahan tersebut langsung viral di media sosial dan memicu gelombang empati publik. Banyak yang menuntut agar dugaan kekerasan terhadap santri itu diusut tuntas.
Kronologi Sebelum Alwisnu Syahputra Meninggal
Ayah korban, NWR (47), mengungkap bahwa putranya sempat mengeluh mendapat perlakuan kasar dari kakak kelasnya saat jadwal kunjungan orang tua di pesantren. Kepada ayahnya, Alwisnu mengaku kerap dipukul, dijambak, dan dilempar tong sampah oleh enam orang kakak kelas hanya karena tidak mencuci pakaian atau tidak bisa mentraktir
“Bapaknya suruh dia lapor ke guru, tapi anak saya tidak berani karena diancam,” kata RS (42), ibu sambung korban, kepada media, Rabu (15/10/2025).
Setelah itu, kondisi Alwisnu menurun drastis. Ia sempat dirawat di Puskesmas Lambunu pada 8–10 Oktober 2025, lalu dipulangkan karena dianggap membaik. Namun sesampainya di rumah, korban kembali mengeluh sakit di tubuh, demam, dan muntah-muntah.
Pada 13 Oktober 2025, Alwisnu kembali dibawa ke puskesmas karena sesak napas dan pembengkakan tubuh. Dokter kemudian merujuknya ke RSUD Raja Tombolotutu Tinombo karena kondisi organ dalamnya dinilai memburuk.
Menurut keluarga, di rumah sakit korban sempat mengigau menyebut nama beberapa orang yang diduga melakukan kekerasan sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia pukul 03.15 WITA.
“Saat dimandikan, kami melihat luka lebam di beberapa bagian tubuhnya. Kami tidak terima, karena jelas ada tanda-tanda kekerasan,” tegas RS.
Keluarga Tempuh Jalur Hukum
Keluarga kemudian melaporkan kasus ini ke Polda Sulawesi Tengah pada Selasa siang (14/10/2025) dan meminta pendampingan hukum dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).
Jenazah korban telah diautopsi di RS Bhayangkara Palu untuk memastikan penyebab kematiannya. Keluarga menegaskan akan terus memperjuangkan keadilan bagi Alwisnu.
“Anak saya penurut dan tidak pernah berbuat nakal. Saya akan berjuang sampai tuntas agar kebenaran terungkap,” ucap RS penuh emosi.
Pihak Pesantren Salafiyah Al-Hikmah Lambunu Bantah Ada Bullying
Menanggapi tudingan tersebut, pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah Al-Hikmah, Ustad Wargono (AHWG), membantah adanya kekerasan di lingkungan pesantrennya. Ia mengaku telah memanggil sejumlah santri yang diduga terlibat dan meminta mereka membuat pernyataan di hadapan aparat kepolisian.
“Semua santri sudah kami periksa. Mereka membuat pernyataan tidak melakukan kekerasan, disaksikan oleh Kasat Intel. Bahkan, rekaman CCTV pondok sudah kami serahkan ke pihak kepolisian,” ujar AHWG, Rabu (15/10/2025).
Ia menjelaskan, korban sempat izin berobat pada 8 Oktober 2025 dan saat dijemput kondisinya masih sehat. Pihak pondok mendapat kabar bahwa korban dirawat karena malaria dan DBD, bukan karena penganiayaan.
“Kami juga berduka atas meninggalnya Alwisnu. Kami siap mengikuti proses hukum agar semuanya terang benderang,” tambahnya.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah telah memulai penyelidikan kasus dugaan bullying ini. Tim penyidik telah memeriksa keluarga korban, tenaga medis, dan pihak pondok pesantren, serta mengamankan rekaman CCTV untuk dianalisis.
“Tim penyidik sedang mengumpulkan keterangan dari semua pihak untuk memastikan penyebab kematian korban,” ujar seorang penyidik Polda Sulteng.
Kasus Jadi Sorotan Publik
Kasus kematian santri ini memicu keprihatinan luas di media sosial. Warganet mendesak agar pemerintah dan Kementerian Agama memperketat pengawasan terhadap pesantren untuk mencegah kekerasan terhadap santri.
Aktivis perlindungan anak juga menyerukan pentingnya mekanisme pengaduan yang aman bagi santri yang mengalami kekerasan, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. (**/kn)
Tinggalkan Balasan