Warga Desa Toaya Desak Gubernur Sulteng Cabut Izin Dua Perusahaan Tambang
KAUSA.ID, PALU — Yayasan KOMIU (Kompas Peduli Hutan) bersama warga Desa Toaya mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk mencabut izin operasi PT Argasari Pratama dan PT Palu Sumber Mineraltama. Dua perusahaan tambang di Desa Toaya, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala tersebut diduga telah melanggar kesepakatan bersama yang telah ditandatangani pada 17 Desember 2024 lalu.
Ketua Divisi Advokasi KOMIU, Ufudin menerangkan dalam kesepakatan yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Sulteng tersebut, warga sepakat memberi waktu enam bulan bagi perusahaan untuk menyelesaikan persoalan perizinan, ganti rugi lahan, serta program pemberdayaan masyarakat. Namun, hingga batas waktu 17 Juni 2025, warga menilai tidak ada progres nyata.
“Pemerintah harus serius menangani soal ini. Kami minta inspektur tambang turun langsung memeriksa dua perusahaan tersebut, Warga sudah beri waktu enam bulan, tapi perusahaan tidak memenuhi kewajibannya,” kata Ufudin saat konferensi pers bersama media, Rabu (30/7/2025).
Permasalahan bermula dari laporan resmi warga Desa Toaya pada 29 November 2024 kepada Gubernur Sulteng. Mereka mengadukan aktivitas pertambangan oleh PT Argasari Pratama dan PT Palu Sumber Mineraltama yang diduga merusak lingkungan, menimbulkan korban jiwa, serta dilakukan tanpa izin lengkap.
Pada 17 Desember 2024, Pemprov menggelar pertemuan bersama instansi teknis (Dinas ESDM, DLH, Dinas PTSP), camat, dan masyarakat. Dalam forum itu, warga sepakat memberi waktu selama enam bulan bagi perusahaan untuk melunasi seluruh ganti rugi lahan, melengkapi izin tambang dan RKAB, menjalankan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), serta membentuk forum monitoring gabungan.
“Namun, menurut warga, perusahaan gagal menunaikan janji,” tambahnya.
Salah satu warga menambahkan puncak kemarahan warga dipicu insiden seorang anak SD tenggelam di kubangan bekas galian tambang milik PT Argasari Pratama. Lokasi tersebut diduga tidak memiliki rambu peringatan, dan bahkan berada di luar wilayah izin tambang (IUP).
“Anak kami meninggal di kubangan bekas galian. Kalau perusahaan taat aturan, ini tidak terjadi. Bahkan izin mereka pun belum lengkap, masih gunakan izin lama,” ujar Zainudin, salah satu perwakilan warga Toaya.
Diketahui perusahaan beroperasi sejak 2009 dan sudah tiga kali memperpanjang IUP, melebihi batas maksimal dua kali sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 2020.
Tercatat sebanyak 21 kebun warga terdampak dengan luas 27,09 hektare, dan total kerugian mencapai Rp7,3 Miliar yang disebabkan PT Argasari Pratama.
Sementara kerugian warga yang disebabkan oleh PT Palu Sumber Mineraltama tercatat sebanyak 36 kebun dengan luas 58,99 hektare dan total kerugian mencapai Rp15 Miliar. (Kn/Kn)



Tinggalkan Balasan